Jumat, 05 Mei 2017

Aplikasi Teknologi Rekayasa Genetika Pada Bidang Florikultur Dalam Pembudidayaan Anggrek Transgenik Melalui Agrobacterium tumefaciens

PENDAHULUAN
Anggrek merupakan tanaman bunga hias berupa benalu yang bunganya indah. Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50 tahun terakhir mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki begitu banyak keanekaragaman tanaman anggrek. Di negeri ini, terdapat sekitar 6.000 dari 35.000 spesies yang tersebar di seluruh belahan dunia. Namun, tanaman anggrek di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup serius.
Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen, diantaranya adalah munculnya berbagai macam tanaman transgeni misalnya anggrek transgenik. Hadirnya bidang Florikultur, (Floriculture) merupakan ilmu  yang mempelajari bagaimana cara budidaya bunga tidak menutup kemungkinan berbagai variasi anggrek baru yang akan menambah keanekaragaman hayati di Indonesia. Tanaman transgenik bukan hal baru lagi dalam dunia bioteknologi, ditambah lagi dengan ditemukanya bakteri A. tumefaciens yang banyak digunakan untuk memasukkan gen asing ke dalam sel tanaman untuk menghasilkan suatu tanaman transgenik, yang mempermudah para ilmuan dan peneliti menghasilkan tanaman-tanaman baru yang lebih unggul.

Rekayasa Genetika (Genetic Engineering)
Ilmu bioteknologi secara drastis berkembang sejak mulai ditemukannya struktur helik ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal tahun 1950-an. Ilmu pengetahuan telah sampai pada suatu titik yang memungkinkan orang untuk memanipulasi suatu organisme di taraf seluler dan taraf molekuler. Bioteknologi mampu melakukan perbaikan galur dengan cepat dan dapat diprediksi, juga dapat merancang galur dengan bahan genetika tambahan yang tidak pernah ada pada galur asalnya. Memanipulasi organisme hidup untuk kepentingan manusia bukan merupakan hal yang baru untuk ditelusuri dan dipelajari.
Bioteknologi molekuler menawarkan  sebuah cara baru untuk memanipulasi organisme yang hidup. Perkembangan ilmu teknologi mutakhir diiringi dengan perkembangan dibidang biokimia dan  pada bidang biologi molekuler melahirkan teknologi enzim dan rekayasa genetika. Rekayasa genetika menandai dimulainya era bioteknologi modern. Rekayasa genetika dalam arti paling luas adalah penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula dimasukkan. Walaupun demikian, masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik biologi molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.

Bidang Penerapan Rekayasa Genetika (Genetic Engineering)
Secara tradisional, pemuliaan tanaman, dan rekayasa genetika sebenarnya telah dilakukan oleh para petani melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman. Misalnya melalui tahap penyilangan dan seleksi tanaman dengan tujuan tanaman tersebut menjadi lebih besar, kuat, dan lebih tahan terhadap penyakit. Selama puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu, para petani dan para pemulia tanaman telah berhasil memuliakan tanaman padi, jagung, dan tebu, sehingga tanaman-tanaman tersebut mempunyai daya hasil tinggi dan memiliki kualitas panen yang lebih baik. Tidak seperti halnya pemuliaan tanaman secara tradisional yang menggabungkan seluruh komponen materi genetika dari dua tanaman yang disilangkan, teknik rekayasa genetika memungkinkan pemindahan satu atau beberapa gen yang dikehendaki dari satu tanaman ke tanaman lain.
Keunggulan rekayasa genetika mampu memindahkan materi genetika dari sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat. Melalui proses rekayasa genetika ini, telah berhasil dikembangkan tanaman yang tahan terhadap organisme pengganggu seperti serangga, penyakit dan gulma yang sangat merugikan tanaman. Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan  revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG), yang dalam bahasa Inggris disebut dengan genetically modified organism (GMO).
Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik. Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut beberapa contoh pemanfaatan organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
1. Pertanian 
2. Perkebunan hutan dan Florikultur
3. Kesehatan
4. Lingkungan
5. Industri

Tanaman Anggrek

Anggrek merupakan tanaman bunga hias berupa benalu yang mempunyai  bunga-bunga yang indah. Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50 tahun terakhir mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Suku anggrek-anggrekan atau nama (Orchidaceae) merupakan satu suku tumbuhan berbunga dengan anggota jenis terbanyak. Jenis-jenisnya tersebar luas dari daerah tropika basah hingga wilayah sirkumpolar, meskipun demikian sebagian besar anggotanya ditemukan di daerah tropika.
Kebanyakan anggota suku ini hidup sebagai epifit, terutama yang berasal dari daerah tropika. Anggrek di daerah beriklim sedang biasanya hidup di tanah dan membentuk umbi sebagai cara beradaptasi terhadap musim dingin. Organ-organnya yang cenderung tebal dan “berdaging” (sukulen) membuatnya tahan menghadapi tekanan ketersediaan air. Anggrek epifit dapat hidup dari embun dan udara lembap.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman tanaman anggrek cukup banyak. Di negeri ini, terdapat sekitar 6.000 dari 35.000 spesies yang tersebar di seluruh belahan dunia. Namun, tanaman anggrek di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup serius, terutama dapat dilihat dalam hal pelestariannya (konsevasinya). Keanekaragaman jenis anggrek tropis cukup banyak ditemukan di berbagai pulau, namun sangat disayangkan, usaha pelestarian terhadap tanaman yang ditetapkan sebagai puspa pesona nusantara ini masih sangat rendah.

Florikultur

Florikultur merupakan ilmu  yang mempelajari bagaimana cara budidaya bunga. Florikultur merupakan praktek budidaya Hortikultura dan tumbuhan atau tanaman untuk kebun, bunga segar untuk industri potong-Bunga dan dalam pot untuk digunakan dalam ruangan. Hortikultura melibatkan ilmu bunga dan budidaya tanaman dan di Floristry  dengan menggunakan teknik biokimia, fisiologi, pemuliaan tanaman serta berbagai produksi  hasil tanaman. Florikultur selalu mencari hal-hal baru  bagaimana cara menghasilkan tanaman dengan kualitas yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan mereka untuk melawan dampak lingkungan.
Industri bunga sangat bergantung pada florikultur untuk memberikan kualitas, berbagai bunga hias untuk dekorasi estetika di rumah, kebun dan buket-buket bunga. Petani bunga juga mengembangkan varietas tanaman baru dengan berlatih  dalam berbagai bidang pemuliaan tanaman. Saat ini Indonesia mengekspor bunga potong senilai kurang dari $5 juta per tahun. Hal ini menjadikan Indonesia Negara ke- 33 terbesar dalam ekspor bunga potong, dengan pangsa pasar dunia sebesar 07%. Lusinan operasi florikultur memiliki ukuran ekonomi yang efisien, dan menarik sebagian investasi asing, mengekspor cemara, krisan potong, anggrek, biji untuk tahunan dan musiman dan bunga kering dari Indonesia. Sering kali para investasi asing merupakan perusahaan outsourcing produksi perusahaan ebsar di Amerika Serikat, Belanda, Swiss, Jepang, Korea, dan seterusnya.

Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan akan suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman, serta kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami.
Seleksi genetik untuk pemuliaan tanaman atau perbaikan kualitas/sifat tanaman telah dilakukan sejak tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai di Mesopotamia. Secara konvensional, pemuliaan tanaman yang dilakukan dengan memanfaatkan proses seleksi dan persilangan tanaman. Kedua proses tersebut memakan waktu yang cukup lama dan hasil yang didapat tidak menentu karena bergantung dari mutasi alamiah secara acak. Contoh hasil pemuliaan tanaman secara konvensional adalah durian montong yang memiliki perbedaan sifat dengan tetuanya, yaitu durian liar. Hal ini dikarenakan manusia telah menyilangkan atau mengawinkan durian liar dengan varietas lain untuk mendapatkan durian dengan sifat unggul seperti durian montong.
Proses pembuatan suatu tanaman transgenik, pertama-tama yang harus dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan). Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri. Setelah itu gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning yang merupakan agen pembawa DNA, contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen). Setelah itu, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring dengan kecepatan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik.
Metode yang dilakukan dalam pembuatan tanaman transgenik:
1.    Metode senjata gen atau dengan kata lain disebut dengan penembakan  (mikro-proyektil) Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk melakukan ini digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama proses  penembakan berlangsung.
2.    Metode transformasi yang dilakukan atau diperantara oleh Agrobacterium tumefaciens. Bakteri A. tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing. Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi yanmenyebabkan penyakit tanaman tertentu. Kemudian gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti- yang kemudian  selanjutnya, A. tumefaciens yang  secara langsung dapat memindahkan gen yang berada pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA) sebuah tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.
  1. Metode elektroporasi. Pada metode ini, sel tanaman yang akan menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel yang kehilangan dinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA dari  kromosom tanaman. Pada tahapan selanjutnya dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.
Agrobacterium tumefaciens

Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri patogen pada tanaman yang banyak digunakan untuk memasukkan gen asing ke dalam sel tanaman untuk menghasilkan suatu tanaman transgenik. Secara alami, A. tumefaciens dapat menginfeksi tanaman dikotiledon melalui bagian tanaman yang terluka sehingga menyebabkan tumor mahkota empedu (crown gall tumor). Bakteri yang tergolong ke dalam gram negatif ini memiliki sebuah plasmid besar yang disebut plasmid-Ti yang berisi gen penyandi faktor virulensi penyebab infeksi bakteri ini pada tanaman.Untuk memulai pembentukan tumor.
Agrobacterium tumefaciens harus menempel terlebih dahulu pada permukaan sel inangnya dengan cara memanfaatkan polisakarida asam yang akan digunakan dalam sebuah proses mengkoloniasi atau penguasaan sel tanaman. Selain pada tanaman dikotiledon dan monokotiledon seperti jagung, gandum, dan tebu telah digunakan untuk memasukkan sel asing ke dalam genom tanaman tersebut. Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri patogen pada tanaman yang banyak digunakan untuk memasukkan gen asing ke dalam sel tanaman untuk menghasilkan suatu tanaman transgenik.

Tahapan Pembudidayaan Anggrek Transgenik Melalui  Agrobacterium tumefaciens Dengan Teknik DNA Rekombinan
Dalam transformai genetik, tahap awal yang dilakukan adalah melakukan kultur in vitro pada tanaman anggrek untuk pengupayaan penyediaan PLB sebagai target transformasi gen. Proses transformasi genetik melalui Agrobacterium tumefaciens EHA 105 cukup dilaksanakan dalam waktu 2 hari.  Hal ini disebabkan semakin lama waktu ko kultivasi yang dilakukan akan semakin memacu dan meningkatkan  perkembangan populasi A. tunefacuiens yang semakin tinggi, sehingga hal ini akan mengganggu tahapan mematikan bakteri dalam proses transformasi tersebut.
Bahan kimia yang diperlukan antara lain : bahan untuk sterilisasi (etanol, spiritus, dll), media kultur in vitro anggrek (Media Vacin and Went modifikasi Lin), media ko kultivasi (Media AB + 100 µM acetocyringone), bahan pencuci Agrobacterium (400 mg/l antibiotik cefotaxime), media antibiotik I (Media Vacin and Went modifikasi Lin + 250 mg/ Cefotaxime), media antibiotik II (Media Vacin and Went modifikasi Lin + 100 mg/l Cefotaxime), media regenerasi (Media Vacin and Went modifikasi Lin), serta bahan-bahan uji Gus berdasarkan metode Rueb dan Hensgens (1989) antara lain X-gluc, triton X, NaHPO4, dll. Peralatan yang dipergunakan meliputi peralatan kultur in vitro, shaker inkubator, alat-alat gelas, laminar air flow cabinet, analitical balance, autoclave, hot plate, spektrometer, micro centrifuge ,mikroskop, gusassay plate, microwave,  aluminium foil, parafilm,  dll.
Dalam kultur in vitro anggrek, proses induksi protochorm likes bodies  dipergunakan media Vacint and Went modifikasi Lin dengan penambahan air kelapa, gula 30 gram dan agar 8 gram untuk setiap liter media. Media dituangkan ke dalam botol kultur masing-masing 10 ml dan untuk  selanjutnya melalui proses disterilisasi. Kultur dipelihara di ruang kultur dengan temperatur 25±3°C. Setelah PLB cukup besar maka dilakukan sub kultur terhadap PLB yang telah tumbuh pada media baru yang komposisinya sama dengan media induksi PLB tersebut.  Untuk botol kultur dengan media padat diletak pada rak dan untuk media cair diletakan pada shaker.
Untuk persiapan proses transformasi, A. tumefaciens EHA 105 (yang membawa pCambia 1303) dikulturkan di media AB padat (Chilton et al. 1974) dengan penambahan antibiotik kanamisin dan rifampisin. Biakan tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 2 malam. Dalam proses ko-kultivasi, sejumlah koloni bakteri yang telah tumbuh diambil menggunakan spatula dan disuspensikan dalam media AB cair tanpa antibiotik. Setelah proses ko-kultivasi kalus dicuci dengan 400 mg/l cefotaxime. Sebagian kalus diambil untuk uji Gus berdasarkan metode Rueb dan Hensgens (1989). Kemudian kalus yang telah dicuci ditumbuhkan pada media antibiotik I  (Media Vacin and Went modifikasi Lin yang ditambah antibiotik Cefotaxime 250 mg/l). Inkubasi dalam media antibiotik  pertama dilakukan pada suhu 250 - 260C diruang gelap selama 2 minggu. Kalus yang hidup dari media atibiotik  pertama  selanjutnya dikulturkan lagi pada media antibiotik kedua  (Media Vacin and Went modifikasi Lin yang ditambah antibiotik Cefotaxime 100 mg/l),  dan kultur diinkubasi kembali  pada suhu 250 - 260C di ruang gelap selama 2 minggu.
Transformasi gentik  yang dilakukan melalui perantaraan A. tumefaciens. Semakin lama waktu ko kultivasi akan semakin meningkatkan jumlah PLB kontaminasi A. tumefaciens setelah proses pencucian PLB. Waktu ko-kultivasi selama 2 hari menghasilkan julah PLB positif GUS mencapai 100% dan tidak berbeda dengan waktu ko kultivasi 3 hari. Disamping itu, dalam perlakuan waktu ko kultivasi 2 hari ekspresi gen hasil uji GUS sudah cukup merata di permukaan PLB target transformasi. Waktu ko kultivasi selama 2 hari menghasilkan jumlah PLB hidup di media antibiotik.

Pembudidayaan Anggrek Transgenik Melalui  Agrobacterium tumefaciens Dengan Teknik DNA Rekombinan
Secara alami, proses rekombinasi dapat terjadi sehingga memungkinkan suatu gen dapat berpindah dari satu organisme ke organisme lain. Persitiwa tersebut biasanya terjadi diantara organisme yang memiliki kekerabatan yang dekat. Dengan kemajuan teknologi molekuler, perpindahan gen dapat terjadi meskipun antara organisme yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Untuk membuat DNA rekombinan digunakan dua macam enzim yaitu enzim restriksi yang berfungsi memotong molekul DNA dan enzim ligase yang berfungsi menggabungkan molekul DNA. Biasanya DNA rekombinan merupakan gabungan antara DNA vektor dan DNA asing yang merupakan gen target. Selanjutnya adalah memasukkan DNA vektor yang telah mengandung DNA asing ke dalam sel bakteri. Proses masuknya DNA rekombinan ke sel bakteri disebut transformasi, dan proses ini dapat menyebabkan fenotip sel bakteri mengalami perubahan.
Keberhasilan proses transformasi gen melalui Agrobacterium tumefaciens sangat ditentukan oleh berbagai hal antara lain kesesuaian antara strain Agrobacterium tumefaciens dengan jenis tanaman dan plasmid vektor yang dipergunakan, adanya kerapatan sel A. tumefaciens yang digunakan pada saat proses tranformasi genetik, lama waktu ko-kultivasi, tingkat kemasaman media, kondisi kultur in vitro dan sebagainya. Disamping itu pemanfaatan A. tumefaciens pada proses transformasi genetik jenis tanaman monokotil masih memerlukan berbagai jalan penyesuaian dalam upaya meningkatkan efisiensi transformasi. Hal ini disebabkan secara alami bakteri patogen tanah tersebut hanya menginfeksi tanaman dikotil dengan cara mengintroduksi T-DNA dari plasmid Ti bakteri ke dalam inti sel tanaman.
Belarmino dan Mii (2000) telah melaporkan penelitian keberhasilannya mendapatkanplanlet transgenik tanaman anggrek Phalaenopsis melalui proses transformasi pada sel-sel dalam kultur suspensi tanaman anggrek Phalaenopsis menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens LBA4404 (pTOK233) dan EHA 101 (pIG121Hm) yang membawa gen-gen β-glucuronidase serta gen yang memilki ketahanan terhadap antibiotik higromisin.Metode transformasi melalui  bantuan Agrobacterium lebih banyak dipergunakan pada tanaman  dikotil, namun pemanfaatannya pada berbagai tanaman monokotil masih memerlukan penyesuaian (Walden dan Wingender 1995).
Salah satu hal penting dalam keberhasilan menggunakan metode transformasi melalui Agrobacterium tumefaciens adalah spesifikasi vektor yang digunakan. Efisiensi transformasi melalui Agrobacterium tumefaciens sangat dipengaruhi pula oleh  kesesuaian antara strain Agrobacterium dengan jenis maupun varietas tanaman. Kemampuan Agrobacterium untuk menjadi “genetik enginer” alami telah melakukan trasformasi pada sel tanaman tersebut berhubungan dengan adanya plasmid penginduksi tumor. Akan tetapi untuk pemakaian A. tumefaciens seringkali diperlukan berbagai penyesuaian terhadap tanaman monokotil maupun pada beberapa kelompok tanaman yang rekalsitran.  Sheng dan Citovcky (1996) menyatakan Agrobacterium memiliki tiga komponen genetik yang dipergunakan untuk menginfeksi tanaman.
  1. Komponen pertama adalah T-DNA yaitu fragmen yang ditransfer ke sel tanaman dan terletak di plasmid Ti dari Agrobacterium.
  2. Komponen kedua adalah virulence (vir) region, dimana gen vir berekspresi jika terdapat inducer yang berupa senyawa monosiklik fenolik seperti asetosyringone serta beberapa gugusmonosakharida seperti glukosa dan galaktosa.
  3. Komponen ketiga adalah chromosomal virulence (chv) yang terletak di kromosom Agrobacterium tumefaciens yang berfungsi sebagai pelekatan bakteri ke dalam sel tanaman-tanaman dengan membentuk senyawa protein b -1,2  glukan.

Keuntungan transformasi genetik melalui Agrobacterium pada tanaman adalah jumlah salinan gen yang relatif sedikit dalam kromosom sehingga mengurangi kemungkinan terganggunya fungsi gen lain, mampu mentransfer segmen DNA yang relatif besar serta menghasilkan tanaman transgenik dengan fertilitas tinggi.
KESIMPULAN
Keanekaragaman jenis anggrek tropis cukup banyak ditemukan di berbagai pulau di Indonesia, namun sangat disayangkan, usaha pelestarian terhadap tanaman yang ditetapkan sebagai puspa pesona nusantara ini masih sangat rendah. Setelah ditemukanya tanaman transgenik dengan menggunakan telnik DNA rekombinan dengan menggunakan metode transformasi genetika melalui Agrobacterium tumefaciens dihasilkan varietas baru dengan fertilitas tinggi. Disamping itu teknik transformasi melalui Agrobacterium tumefaciens relatif lebih sederhana, dalam beberapa kasus lebih efisien dan lebih ekonomis dibandingkan teknik protoplas dan penembakan DNA.

DAFTAR PUSTAKA
Belarmino MM. and Mii M.  2000.  Agrobacterium mediated genetic transformation of a phalaenopsis orchid. Plant Cell Report 19:435-442
Ika. 2010. Konservasi Anggrek di Indonesia Masih Minim. http://biologi.ugm.ac.id/index.php?option=com content&view-article%id=303:konservasi-anggrek-di-indonesia-masih-mnim&catid=64:berita (Diakses pada tanggal 06 Januari 2012).
Kimbal, John W. 1989. Biologi . Edisi kelima cetakan kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Maftuchah. 2009 . Transformasi Anggrek Dendrobium  dengan gen gus-a Melalui Perantaraan agrobacterium tumefaciens. https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:4OXiEcPfbpsJ:ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/article/view/71/71+TRANSFORMASI+ANGGREK+DENDROBIUM+DENGAN+GEN+gus-A+MELALUI+PERANTARAAN+Agrobacterium+tumefaciens (Diakses pada tanggal 10 Januari 2012).
Sheng J.  and Citovsky V.  1996.  Agrobacterium - plant cell DNA transport : have virulence proteins will travel.  The Plant Cell  8 : 1699-1710
Shvoong. 2004. Pembuatan Tanaman Transgenik. http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/2046313-pembuatan-tanaman-transgenik/ (diakses pada tanggal 06 januari 2012)
Suprayanto. 2010. Rekayasa Genetika (Genetic Engeneering). http:drsuparyanto.blogspot.com/2010/01/rekayasa-genetik.html (Diakses pada tanggal 19 Desember 2011).
Walden R and Wingender R. 1995. Gene transfer and plants regeneration techniques.  Trends in Biotechnology. Elsevier Trends Journal, Cambridge.  13(9) : 324. Shvoong. 2004. Pembuatan Tanaman Transgenik. http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/2046313-pembuatan-tanaman-transgenik/ (diakses pada tanggal 06 januari 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REPLIKASI DAN EKSPRESI GEN

1. PROSES REPLIKASI PADA PROKARIOT DAN EUKARIOT Replikasi merupakan proses pengkopian atau duplikasi DNA. Mesin yang mengkopi DNA memili...